Sabtu, 15 Juni 2013

Melody Hujan (Bagian 2)



            Tidak. Ku urungkan niatku untuk menelfonnya. Dia perlu istirahat. Lelah, pasti itu yang dirasakannya. Aku melangkah menuju dapur. Ku raih sebuah gelas kaca berwana putih lalu ku tuang air berwarna bening itu. Ku teguk secara perlahan. Kemudian aku terdiam. Diam yang cukup lama. Harus kah aku seperti ini? Menangis? Bodoh! Ini juga demi masa depannya. Demi kita. Tidak selamanya dia harus berdiam menemaniku. Ku sapu bulir-bulir gerimis kecil yang jatuh di sudut mataku. Aku beranjak menuju tempat favoritku. Kamarku. Tidak! Tempat ternyamanku adalah di sampingnya. Ku baringkan tubuhku di atas ranjang. Aku menghela nafas perlahan. Lelah. Lagi-lagi fikiranku tertuju padanya. Aku tahu apa yang dia

Senin, 29 April 2013

Di dalam Senja Gelap dan Terang Bertukar Tempat (End)


            Sore ini aku kembali mengendap-endap dari panti. Untuk kesekian kalinya, kembali di bawah pohon Angsana di atas bukit kecil.  Hanya untuk memikirkan di mana kau berada. Terakhir kita bertemu, di halaman panti. Di sana aku masih melihat senyummu. Melihatmu memakai baju warna khasmu. Itu terakhir kali aku melihatmu sebelum aku meninggalkanmu. Dan kemudian, kau menghilang. Entahlah. Aku masih bingung dengan keberadaanmu. Di mana kau, sedang bersama siapa, aku tidak tahu. Aku hanya berharap akan datangnya suatu keajaiban yang akan mempertemukanku kembali denganmu. Waktu siangku ku habiskan untuk mencarimu. Di tempat yang ku duga kau berada di sana. Namun hasilnya sama seperti yang lalu. Nihil. Kemana lagi aku harus mencarimu? Apakah aku harus menjelajahi seluruh dunia ini? Itu tidak mungkin. Aku terlalu kecil untuk dunia seluas ini.

Minggu, 28 April 2013

Di dalam Senja Gelap dan Terang Bertukar Tempat (1)



Di bawah pohon Angsana di atas bukit kecil ini aku terdiam, kemudian aku beranjak, mencoba mencari, namun mataku tetap mengawasi sekeliling berharap akan menemukanmu. Nihil. Itu lagi yang ku dapat. Seminggu ini, aku berusaha mencarimu. Kau menghilang tanpa jejak. Selama ini kau yang selalu menemaniku, mendengarkan ceritaku. Sungguh, aku sangat menyayangimu. Aku merasa kehilangan, saat kini aku tak bisa lagi memelukmu. Mungkin benar yang sering dikatakan orang. Kita baru merasakan betapa berharganya sesuatu, justru saat ia telah pergi meninggalkan kita. Dan ini yang ku alami sekarang. Aku berharap kau kembali. Bodohnya aku, meninggalkanmu sendiri. Lalu.. kau pun menghilang. Sungguh, aku begitu sangat menyesal. Andai saja saat itu aku tak meninggalkanmu. Andai saja.. andai saja.. Ah! Aku hanya berandai-andai dengan percuma. Aku kembali duduk di bawah pohon Angsana. Semilir angin memainkan rambut panjangku. Membawaku pada kenangan kita. Kenangan yang manis. Saat kita pernah menghabiskan waktu berdua, melewati hari bersama.

Minggu, 17 Maret 2013

Melody Hujan (Bagian 1)



Aku berjalan perlahan melewati lorong-lorong sekolah. Kuhentikan langkah kakiku tepat di depan laboratorium ips. Aku berhenti sejenak. Memandang keatas. Melihat langit yang tadinya biru kini telah berubah menjadi mendung. Sebentar lagi hujan. Fikirku senang. Kusandarkan tubuhku pada bangku didepan laboratorium ips. Mataku tetap tak berhenti menatap langit. Bidadari pasti akan segera menurunkan hujannya. Sebuah pemandangan indah segera kulihat. Kulihat satu persatu rintik hujan mulai berjatuhan. Para Bidadari memulai tugasnya. Butiran-butiran itu terjatuh dari langit dengan suara yang indah, jatuh ditanah dan atap sekolah. Mataku tak berkedip memandang hujan. Hawa dinginnya mulai kurasakan. Ketenangannya mulai kudapatkan. Aku menghela nafas. Indah. Batinku. Suara rintik jatuhnya, bagaikan sebuah melody tersendiri bagiku. Melodi yang indah. Sebuah tangan menepuk pundakku dan menyadarkanku dari sihir hujan itu.
 
Edelweiss Note Blogger Template by Ipietoon Blogger Template