Minggu, 28 April 2013

Di dalam Senja Gelap dan Terang Bertukar Tempat (1)



Di bawah pohon Angsana di atas bukit kecil ini aku terdiam, kemudian aku beranjak, mencoba mencari, namun mataku tetap mengawasi sekeliling berharap akan menemukanmu. Nihil. Itu lagi yang ku dapat. Seminggu ini, aku berusaha mencarimu. Kau menghilang tanpa jejak. Selama ini kau yang selalu menemaniku, mendengarkan ceritaku. Sungguh, aku sangat menyayangimu. Aku merasa kehilangan, saat kini aku tak bisa lagi memelukmu. Mungkin benar yang sering dikatakan orang. Kita baru merasakan betapa berharganya sesuatu, justru saat ia telah pergi meninggalkan kita. Dan ini yang ku alami sekarang. Aku berharap kau kembali. Bodohnya aku, meninggalkanmu sendiri. Lalu.. kau pun menghilang. Sungguh, aku begitu sangat menyesal. Andai saja saat itu aku tak meninggalkanmu. Andai saja.. andai saja.. Ah! Aku hanya berandai-andai dengan percuma. Aku kembali duduk di bawah pohon Angsana. Semilir angin memainkan rambut panjangku. Membawaku pada kenangan kita. Kenangan yang manis. Saat kita pernah menghabiskan waktu berdua, melewati hari bersama.

            Aku begitu tenggelam dengan ingatanku tentangmu. Hingga aku tak menyadari, seseorang telah berada di sampingku.
            “Mencoba mencarinya lagi Alessa?” Ia tersenyum tipis sembari duduk di sampingku. Suara itu membuyarkan lamunanku. Aku memalingkan muka ke arah pemilik suara itu.
“Ya. Dan aku tak akan pernah lelah mencarinya. Aku yakin ia akan ku temukan. Meski sekarang aku tak tahu, di mana ia berada,”
            “Sepekan pencarianmu, dan kau tak menemukan petunjuk apapun tentangnya. Masih berusaha mencarinya?”
            “Aku yakin, aku akan menemukannya Khasva. Dan ia, akan kembali padaku.”
            “Baiklah, aku menyerah. Akan ku coba membantumu menemukannya. Sekarang, mari kita pulang. Aku yakin ibu akan khawatir dan mencarimu jika ia memeriksa kamar dan ternyata kau tak ada di sana.”
            Khasva beranjak pergi, dan aku mengikutinya. Kami berjalan pulang menuju rumah kami, panti asuhan. Di sana tempat aku, Khasva, dan teman-temanku yang lain tinggal. Kami tetap merasa bahagia meski tinggal di panti asuhan-tempat yang dirasa beberapa anak sebagai tempat yang menyedihkan karena di sana tidak bisa berkumpul bersama keluarga, layaknya sebuah keluarga normal-karena Ibu Emily sangat menyayangi kami, meskipun kami hanya anak asuhnya. Setidaknya, aku merasakan kehangatan dan perhatian dari seorang ibu. Dan satu hal lagi yang membuatku bahagia, yaitu setelah kau datang dalam kehidupanku. Kau adalah hadiah terindah yang pernah ku miliki. Namun sekarang kau menghilang, aku akan terus mencarimu hingga aku menemukanmu. Jarak antar bukit dan panti asuhan tidak terlalu jauh, aku tak perlu takut akan terlambat tiba di sana. Ibu Emily akan menemukanku duduk manis di atas tempat tidur dengan piyama. Ibu Emily selalu memeriksa setiap kamar tepat jam 5 sore. Memastikan kami semua tetap berada di kamar masing-masing dan siap untuk makan malam.
            Aku dan Khasva tiba di halaman depan. Kami mengendap-endap menuju jendela kamar. Terlihat seorang gadis kecil berusia 10 tahun duduk di lantai kamar sembari memainkan crayon di atas kertas putih.
            “Isabel, cepat ambilkan kursi.” Khasva berbisik memanggil gadis kecil itu.
Gadis itu mengambil sebuah kursi di depan meja belajar, kemudian menyerahkan pada Khasva.
“Anak pintar,” Aku mengacak-acak rambutnya.
“Ayo, kau duluan Alessa,”
Aku memanjat kursi itu. Melompat melewati jendela.
            “Cepat Khasva, sebentar lagi Ibu Emily tiba!”
Lalu ia melakukan hal yang sama denganku. Setelah itu kami meletakkan kursi ke posisi semula. Kami bergegas mengganti pakaian yang kami pakai dengan piyama. Kemudian duduk seperti biasa di atas tempat tidur sembari membaca buku. Aku beranjak dari dudukku menghampiri Isabel.
            “Isabel, apa Ibu Emily tahu jika kami keluar diam-diam dari panti?”
            Dia menggeleng. “Tidak, ia tidak tahu. Ia sibuk di dapur menyiapkan makan malam kita.”
 “Bagus.” Aku tersenyum tipis.
Aku kembali duduk, kemudian membaca. Namun sama sekali tidak dapat berkonsentrasi dengan apa yang aku baca. Pikiranku masih tertuju padamu. Di mana kau? Apa kau tak merindukanku seperti aku merindukanmu sekarang? Apa mungkin, kau sudah tak peduli padaku? Apa kau menemukan seseorang yang lebih baik dari pada aku? Kemana kau menghilang? Begitu banyak pertanyaan yang ingin aku lontarkan padamu jika aku telah bertemu denganmu. Sayangnya, aku tidak tahu darimana sebenarnya kamu berasal. Aku telah mencarimu kemana-mana, namun aku sama sekali tak menemukanmu. Putus asa? Tenang, aku tidak akan lelah dan terus berusaha mencarimu.
            Setelah makan malam selesai. Aku duduk di beranda depan memandang langit dan bintang. Sebelum aku berpisah denganmu, kau selalu menemaniku di sini. Dengan baju khasmu itu, baju berwarna putih dipadu hitam, sepertinya itu warna kesukaanmu. Apa kau masih tak mengerti aku merindukanmu? Ah, sudahlah. Tak mungkin kau bisa mendengar isi hatiku saat ini. Mungkin kau sekarang sedang berada di.. entahlah, aku juga tak tahu kau sekarang berada di mana dan sedang bersama siapa.
            “Alessa? Sudahlah. Kau jangan memikirkannya lagi. Aku yakin, dia tidak memikirkanmu. Di luar sana masih ada yang lain, bahkan mungkin masih banyak yang lebih baik dibanding dia. Atau aku perlu mencarikannya untukmu?” Khasva yang selalu datang tiba-tiba membuatku terkejut.
            “Dengar Khasva. Dia tidak akan bisa digantikan. Dan aku yakin meski mungkin dia sekarang tak merindukanku tapi dia pasti membutuhkanku. Aku dan dia tidak bisa dipisahkan. Aku akan terus mencarinya. Dan aku yakin, dia pasti akan kembali untukku.”
            “Kau sudah gila. Aku benar-benar tidak mengerti dengan apa yang ada di pikiranmu. Dia tidak memikirkanmu Alessa. Sudah satu pekan pencarianmu tapi tidak juga membuahkan hasil. Berhentilah mencarinya!”
            “Cukup! Tak perlu menasehatiku. Aku tahu apa yang aku lakukan ini tidak salah dan tidak akan sia-sia.”
            “Bodoh! Berhenti bersikap seperti itu. Aku ajukan pertanyaan padamu. Bagaimana jika dia tidak kembali? Bagaimana jika kau tak menemukannya?”
Aku terdiam. Diam yang cukup lama. Bagaimana jika aku tak pernah menemukanmu lagi? Dan kau? Apakah kau tidak akan dengan ajaibnya muncul di hadapanku? Aku beranjak dari dudukku meninggalkan Khasva, menuju ke kamar dengan masih memikirkan ucapan terakhir Khasva. Kubaringkan tubuhku di atas tempat tidur. Ku panjatkan sebuah do’a. Berharap kau akan muncul di hadapanku dengan keajaiban. Ku pejamkan mata. Malam ini, malam ke tujuh tanpamu. Dan dalam hitungan detik, aku terbang ke dalam alam mimpi.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Edelweiss Note Blogger Template by Ipietoon Blogger Template