Sore
ini aku kembali mengendap-endap dari panti. Untuk kesekian kalinya, kembali di
bawah pohon Angsana di atas bukit kecil. Hanya untuk memikirkan di mana kau berada.
Terakhir kita bertemu, di halaman panti. Di sana aku masih melihat senyummu.
Melihatmu memakai baju warna khasmu. Itu terakhir kali aku melihatmu sebelum
aku meninggalkanmu. Dan kemudian, kau menghilang. Entahlah. Aku masih bingung
dengan keberadaanmu. Di mana kau, sedang bersama siapa, aku tidak tahu. Aku
hanya berharap akan datangnya suatu keajaiban yang akan mempertemukanku kembali
denganmu. Waktu siangku ku habiskan untuk mencarimu. Di tempat yang ku duga kau
berada di sana. Namun hasilnya sama seperti yang lalu. Nihil. Kemana lagi aku
harus mencarimu? Apakah aku harus menjelajahi seluruh dunia ini? Itu tidak
mungkin. Aku terlalu kecil untuk dunia seluas ini.
Satu
jam, dua jam, hampir tiga jam aku merenung di sini. Aku masih enggan beranjak
dari tempat ini. Di sini, tempat kita. Aku yang pertama kali memberitahumu tentang tempat ini.
Dan selanjutnya aku juga yang selalu mengajakmu ke sini, mengingat semua
tentang mereka. Sekarang aku di sini sendiri, kesepian tanpamu. Sangat
menyedihkan.
***
Tentang
hati Ibu Emily
Aku masih melihat gadis itu bercengkrama dengan
lamunannya di bukit kecil itu seperti biasa. Aku tahu dia selalu datang ke sana
sekedar untuk melamun dan merenung. Sebenarnya, aku sudah lama ingin mengakui
bahwa aku yang menyembunyikan bonekanya. Aku hanya tak ingin Alessa terus
menerus terhanyut dalam kenangan kedua orang tuanya. Aku tahu, makna boneka itu
sangat penting baginya. Dan aku juga tahu Ibunda Alessa sendiri yang membuat bonekanya.
Tapi
aku yakin, Alessa akan menemukan kebahagiaan dalam kelurganya yang baru ini.
Menyendiri, sepi, sunyi, itu bukan keluarganya. Tapi kami, teman-temannya di
panti adalah keluarganya. Meski seringkali ia mengelak dan tidak mau
mendengarkan kami, ia hanya dara manis yang pantas memiliki kasih sayang dari
sesuatu yang dimakan keluraga. Aku perlahan menghampirinya. Lalu menepuk pelan
pundaknya.
“Ayo
pulang, hari hampir gelap. Kau belum makan bukan?” Kataku sambil tersenyum.
Dia mengangguk senang. Sudahlah! Persetan dengan boneka
itu. Kini akulah Ibunya, dan Alessa adalah salah satu anakku. Dan tentunya aku
tidak akan membiarkan dia sendiri lagi. Oh bukan, bukan aku! Tapi kami, keluarganya,
kami tidak akan membiarkannya sendiri.
Langit
memerah, awan-awan berkumpul menjadi satu. Perlahan gelap menghampiri, namun
ada sedikit cahaya yang kini mulai
terlihat.
End.
0 komentar:
Posting Komentar