Aku tetap menjadi aku. Ketika
semua orang memakai seribu topeng untuk menutupi “apa” mereka sebenarnya. Aku
hanya sebuah kertas putih yang tertoreh begitu banyak tinta warna, menjadikan
aku apa adanya. Tanpa topeng yang kukenakan. Aku bahagia menjadi aku, dengan
seribu kekurangan yang tersimpan dalam diriku. Bukan bepura-pura menjadi orang
lain dengan segala kelebihan. Dan menipu semua orang, termasuk dirinya sendiri.
Ketika semua orang berlari kedepan, mengejar apa yang mereka inginkan, untuk
menjadikan diri mereka lebih dari yang lainnya, menjadi yang terdepan, terkadang aku hanya berdiam di tempatku,
duduk dan termenung. Mungkin bagi beberapa orang terlihat sangat tidak penting,
hanya membuang-buang waktu dengan percuma. Namun tidak bagiku. Ini adalah caraku
tersendiri, untuk menjadi “aku”. Ketika semua orang tertawa bangga karena
berhasil mengejar apa yang mereka inginkan, aku masih terdiam di tempatku,
namun dengan tersenyum. Mungkin aku lebih lamban dari yang mereka semua, namun
aku tahu, itulah kemampuan manusia, tak pernah sama. Setidaknya, dari diamku
aku banyak mengamati berbagai hal, sekalipun itu hal kecil. Dan itu membuatku
mengerti akan apa yang terjadi. Tentang dunia, tentang sehela hembusan napas
manusia, tentang hidup.
Ketika aku masih kecil, aku
sangat suka berkhayal. Tentang hal-hal aneh, menurut mereka. Tapi tidak
menurutku. Aku percaya pada dongeng-dongeng yang selalu di nina bobokan ketika
tidur. Dan dari khayalanku itu aku berimajinasi. Terdengar gila bagi mereka
yang selalu memikirkan logika dan berambisi untuk menjadi yang terdepan. Namun
dari imajinasi, aku menciptakan mimpi, dan dari mimpi memunculkan harapan yang
ku genggam. Dari harapan itulah aku berusaha, berusaha menjadi apa yang aku
impikan. Aku tak bermbisi untuk menjadi yang terdepan, aku tak ingin menjadi
orang yang selalu di elu-elukan. Aku tak ingin menjadi orang yang sanjung dan
di puji banyak orang. Aku hanya ingin di hargai oleh mereka, kurasa itu cukup.
Karena aku tak ingin melihat begitu banyak topeng yang mereka kenakan. Banyak
yang berkata “Menjadi diri sendiri itu lebih baik.” Namun pada dasarnya yang
mereka lakukan adalah “Mengenakan seribu topeng itu lebih baik.” Terkadang aku
heran, kenapa mereka tak puas dengan menjadi “apa” mereka yang sebenarnya.
Kemudian aku sadar, ketika mereka berlari, aku hanya terdiam.
Dan kenapa aku lebih bahagia
menjadi aku, karena aku mempunyai malaikat disampingku. Malaikat tanpa sayap,
atau mungkin malaikat yang lupa mengenakan sayapnya. Itu yang membuatku lebih
bahagia dan merasa lebih sempurna menjadi aku. Malaikat yang tak mereka punya.
Yang mengajarkanku segalanya. Yang mengajariku banyak hal ketika aku terdiam,
dan mereka berlari. Dia berkata, dia suka melihatku yang seperti ini, apa
adanya, meskipun aku ceroboh, dan masih perlu lebih banyak belajar. Mungkin,
karena aku tertinggal. Tapi sungguh, aku tak berambisi untuk ikut berlari
bersama mereka, menjadi yang terdepan. Karena aku, hanya ingin menjadi aku yang
aku inginkan, dengan malaikatku di sampingku. Bagiku, itu sudah cukup, karena
aku tak memiliki cara pikir yang sama seperti mereka, mungkin cara pikirku,
terdengar lebih kuno, tapi aku menyukainya. Aku, menyukai diriku, dan
bagaimanapun aku.
0 komentar:
Posting Komentar