Aku hanya terdiam ketika mendengar lontaran kata-katamu
melalui telephone. Delapan menit dua
puluh lima detikmu cukup untuk membuatku terpaku. Aku mencerna setiap kalimat
yang kau tujukan padaku, sembari sesekali ku pejamkan mataku. Delapan menit dua
puluh lima detikmu benar-benar cukup untuk membuatku terkejut. Delapan menit
dua puluh lima detikmu benar-benar cukup untuk menyadarkanku. Dan, delapan
menit dua puluh lima detikmu benar-benar cukup untuk membuatku merenung. Kau
tahu? Delapan menit dua puluh lima detikmu membuatku sadar bahwa sebenarnya di sini
akulah yang mungkin egois. Bukan, bukan mungkin. Lebih tepatnya di sini akulah
yang egois. Aku selalu menuntut perhatianmu, aku selalu menuntut ini itu,
sedang aku tak ingin mengerti. Aku yang tidak mau mengerti namun aku yang
menyalahkanmu. Aku yang tidak mau mengerti namun aku yang tidak mau tahu. Ini bukan
perihal siapa yang salah dan siapa yang benar. Lebih tepatnya ini tentang siapa
yang mengerti dan siapa yang tidak mau mengerti. Kau mungkin lelah
menghadapiku. Seperti yang kau katakan, setiap manusia mempunyai batas. Dan mungkin
kau yang sudah benar-benar lelah. Lagi, aku tak ingin menyalahkanmu karena delapan
menit dua puluh lima detikmu telah menyadarkanku. Kau berkata bahwa kau merasa
hanya dirimu yang memberatkanku sedang aku tidak.
Tapi apa kau tahu isi hatiku? Apa kau kira aku tidak
memberatkanmu selama ini? Lalu bagaimana kita bertahan sampai di sini jika aku
tak memberatkanmu? Sekarang aku berpikir. Apakah kau masih sanggup atau seperti
yang kau katakan, kesabaranmu sudah mencapai batasnya. Entahlah. Apa sekarang
kau masih berpikir aku tidak memberatkanmu? Lalu untuk apa semuanya selama ini?
Hari kemarin, apakah kau melihatnya? Atau kau hanya melihat perjuanganmu tanpa
juga melihat perjuanganku? Aku hanya...hanya...entahlah. aku tak tahu apakah
aku masih punya kesempatan lagi untuk berbicara padamu atau tidak. Jelasnya,
delapan menit dua puluh lima detikmu cukup untuk membuatku sangat terpukul. Aku
tidak tahu
sekarang engkau memilih untuk pergi atau tetap bertahan. Jelasnya
kini aku mengerti siapa yang mengerti dan siapa yang tidak mengerti. Mungkin di
sini, memang aku yang tidak memahamimu. Aku yang selalu egois dan ingin menang
sendiri. Mungkin sekarang, kau ingin waktu untukmu sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar