Aku masih menunggunya ditempat
itu. Dicafe tempat aku dan dia merayakan hari jadi kami. Aku menunggunya dengan
membawa sekotak kue Blackforest. Kue
yang menjadi favorit kami. Kue yang selalu kami sajikan setahun sekali sebagai
perayaan hari jadi kami berdua. Di kue ini tertulis 06 Juni 2006-06 Juni 2012.
Yang berarti sudah 6 tahun kita berpacaran. Yang unik antara kami. Kami tidak akan pernah
memakan secuil pun Blackforest
kecuali pada tanggal 06 Juni. Aku masih ingat kejadian itu. 1 hari sebelum tanggal
06 Juni. Aku dan dia pergi ke toko kue untuk memesan sekotak Blackforest. Pelayan toko kue itu
menawarkan pada kami untuk mencicipi kue itu. Apakah rasanya seusai yang kami
pesan atau tidak. Karna dia sangat menyukai coklat, dia pun segera mengambil sepotong
kue dan ingin memakannya. Lalu aku mengambil kue itu ditangannya kemudian
menaruhnya kembali dipiring. Dengan senyum manis terlukis diwajahku aku
mengatakan “Maaf mbak, dia sedang sakit dan tidak boleh makan apapun kecuali
bubur.” Wajahnya pun terlihat kesal. Aku tertawa dalam hati. Aku berbisik
ditelinganya “aku tahu kau sangat suka sayang. Tapi kau harus ingat komitmen
kita yang sudah kita lakukan selama 3tahun. Tidak ada blackforest kecuali tanggal 06 Juni.” Senyum itu terlukis kembali
diwajahmu. Walau aku tahu, sebenarnya kamu masih sedikit kesal. Hari ini, aku
memesan sendiri kue ini. Mengambilnya ke toko itu sendiri. Tanpa ditemani kamu.
Dan aku, menunggumu sendiri disini.
Dua jam berlalu, aku masih setia
menantimu. Aku sangat ingin bertemu denganmu. Sosokmu yang begitu berarti dalam
hidupku. Kamu, yang selalu mengulurkan tanganmu ketika aku jatuh. Kamu yang
selalu mendengar semua ceritaku. Kamu yang selalu disampingku setiap waktu.
Kamu yang tak pernah lelah menjawab semua pertanyaan pertanyaan konyolku. Kamu
yang selalu berotasi dalam otakku. Kamu, kamu dan masih banyak lagi sosokmu
untukku. Aku tak pernah bisa lepas dari bayangmu. Masih ingatkah engkau ketika
hujan saat itu? Saat aku mengajakmu berlali ketaman hanya untuk menikmati
jatuhnya tetes hujan. Saat itu kamu memetik setangkai mawar dan memberikannya
padaku “aku sangat mencintaimu. Biarkan aku menjagamu. Karna yang aku inginkan
hanyalah kamu. 3tahun kita bersama. 3tahun pula waktuku, hatiku dan semua yang
aku punya hanya untukmu. Aku berharap hari esok dan seterusnya kita tetap
seperti ini. ” Aku tersenyum, menangis mendengar kata-katamu. Namun kau pasti
tak dapat melihat air mataku yang jatuh. Karena kita berada dibawah hujan. Hujan, ya, aku begitu menyukainya. Karna
hujan mengingatkanku padamu. Karna ketika hujan datang ketika itu pula aku selalu merasa kau disamping. Dan ketika itu
pula bayangmu yang hanya samar terlihat begitu jelas dipelupuk mataku.
Lima jam berlalu. Tak kunjung
pula kau datang menghampiriku. Aku masih ingin bernostalgia tentangmu. Taukah
kamu kenapa aku menyamakanmu dengan secangkir kopi yang selalu kuseduh setiap
malam? Karna kalian sama-sama membuat candu. Ya, candu yang begitu meracuniku
untuk tidak pernah berhenti memikirkanmu. Bahkan sekarang, aku masih memandang
kotak music darimu. Yang didalam lagunya telah kau ganti dengan suaramu yang
berseru “aku mencintaimu Rena. Sekarang, esok dan selamanya.” Kata-kata
berulang berkali-kali selama kotak music itu terbuka. Aku tak tahu kau beri
sihir apa kotak music ini yang harusnya berisi lagu instrument berganti berisi
suaramu. Yang akhirnya bisa membuatku selalu mendengar suaramu meski kamu tidak
disampingku.
Aku terlalu terbuai akan
nostalgia dan bayang-bayangmu. Seseorang menepuk pundakkudan menyadarkan
lamunanku. “Ren, sampai kapan kau akan terus menunggu disini? Buka matamu Ren.
Semua sudah berubah. Sudah 2 tahun kau terus seperti ini. Terima kenyataan
kecelakaan itu telah merenggut nyawanya.” Nayla adalah sahabatku yang berkerja
dicafe ini. Tangannya menyadarkan lamunanku. “Radit tidak akan datang Ren, dia
sudah pergi jauh. Kau jangan terus menerus terpuruk seperti ini. Radit pasti
sedih melihatmu selama 2 tahun terus menerus seperti ini. Bangunlah Ren.
Lanjutkan hidupmu.” Nayla duduk disampingku. Air mata menetes mengalir melewati
pipiku. Teringat kembali dengan kecelakaan itu. Kecelakaan yang merenggut semua
bahkan nyawa Radit kekasihku. 2 tahun yang lalu. Tepat 1 hari sebelum 4 tahun
kita berpacaran, seperti biasa kami memesan Blackforest
ditoko langganan kami. Aku melihat setangkai mawar merah yang indah ditoko
sebrang jalan. “Radit lihat, cantik sekali bunga itu. Aku akan kesana.” Aku
berlari menuju kesebrang toko. “setelah membayar aku akan kesana sayang.” Aku
sibuk memilih mawar. Aku menemukan setangkai mawar merah yang merekah. Aku
melambai-lambaikan tangan padanya sembari menunjukkan mawar itu. Ia tersenyum.
Ia berlari kearahku. Namun dari arah lain, sebuah mobil melaju dengan kecepatan
tinggi dengan cepat menghantam tubuh Radit. Ia terkapar ditengah jalan. Aku
berlari kearahnya memeluk tubuhnya yang terdiam. Darah yang merah segar keluar
dari tubuhnya merubah warna bajuku yang semula putih menjadi merah. Orang-orang disekelilingku membantuku
membawanya kerumah sakit. Namun dokter memberikanku kalimat yang membuatku tak
sanggup berkata-kata. Bahwa kamu sudah pergi. Air mata menjadi saksi bisu
bagaimana hancurnya hatiku mendengar semua itu.
2 Tahun aku menutup mata. Selalu
melihat kearah belakang. Namun mungkin sudah saatnya waktu berbicara. Ia akan
menghapus semua masa. Tetapi tidak dengan rasa ini dan kenangan kita. Biarlah
kenangan itu menjadi memori indah yang ku simpan. Dan biarkan pula aku mencinta
dalam diam. Tapi tetap akan ku tatap ke arah depan. Biar mawar yang menjadi
saksi janjiku ini.
0 komentar:
Posting Komentar