Selasa, 06 November 2012

Kita, Mawar, dan Sekotak Blackforest


Aku masih menunggunya ditempat itu. Dicafe tempat aku dan dia merayakan hari jadi kami. Aku menunggunya dengan membawa sekotak kue Blackforest. Kue yang menjadi favorit kami. Kue yang selalu kami sajikan setahun sekali sebagai perayaan hari jadi kami berdua. Di kue ini tertulis 06 Juni 2006-06 Juni 2012. Yang berarti sudah 6 tahun kita berpacaran.  Yang unik antara kami. Kami tidak akan pernah memakan secuil pun Blackforest kecuali pada tanggal 06 Juni. Aku masih ingat kejadian itu. 1 hari sebelum tanggal 06 Juni. Aku dan dia pergi ke toko kue untuk memesan sekotak Blackforest. Pelayan toko kue itu menawarkan pada kami untuk mencicipi kue itu. Apakah rasanya seusai yang kami pesan atau tidak. Karna dia sangat menyukai coklat, dia pun segera mengambil sepotong kue dan ingin memakannya. Lalu aku mengambil kue itu ditangannya kemudian menaruhnya kembali dipiring. Dengan senyum manis terlukis diwajahku aku mengatakan “Maaf mbak, dia sedang sakit dan tidak boleh makan apapun kecuali bubur.” Wajahnya pun terlihat kesal. Aku tertawa dalam hati. Aku berbisik ditelinganya “aku tahu kau sangat suka sayang. Tapi kau harus ingat komitmen kita yang sudah kita lakukan selama 3tahun. Tidak ada blackforest kecuali tanggal 06 Juni.” Senyum itu terlukis kembali diwajahmu. Walau aku tahu, sebenarnya kamu masih sedikit kesal. Hari ini, aku memesan sendiri kue ini. Mengambilnya ke toko itu sendiri. Tanpa ditemani kamu. Dan aku, menunggumu sendiri disini.

Dua jam berlalu, aku masih setia menantimu. Aku sangat ingin bertemu denganmu. Sosokmu yang begitu berarti dalam hidupku. Kamu, yang selalu mengulurkan tanganmu ketika aku jatuh. Kamu yang selalu mendengar semua ceritaku. Kamu yang selalu disampingku setiap waktu. Kamu yang tak pernah lelah menjawab semua pertanyaan pertanyaan konyolku. Kamu yang selalu berotasi dalam otakku. Kamu, kamu dan masih banyak lagi sosokmu untukku. Aku tak pernah bisa lepas dari bayangmu. Masih ingatkah engkau ketika hujan saat itu? Saat aku mengajakmu berlali ketaman hanya untuk menikmati jatuhnya tetes hujan. Saat itu kamu memetik setangkai mawar dan memberikannya padaku “aku sangat mencintaimu. Biarkan aku menjagamu. Karna yang aku inginkan hanyalah kamu. 3tahun kita bersama. 3tahun pula waktuku, hatiku dan semua yang aku punya hanya untukmu. Aku berharap hari esok dan seterusnya kita tetap seperti ini. ” Aku tersenyum, menangis mendengar kata-katamu. Namun kau pasti tak dapat melihat air mataku yang jatuh. Karena kita berada dibawah hujan.  Hujan, ya, aku begitu menyukainya. Karna hujan mengingatkanku padamu. Karna ketika hujan datang ketika itu pula aku  selalu merasa kau disamping. Dan ketika itu pula bayangmu yang hanya samar terlihat begitu jelas dipelupuk mataku.
Lima jam berlalu. Tak kunjung pula kau datang menghampiriku. Aku masih ingin bernostalgia tentangmu. Taukah kamu kenapa aku menyamakanmu dengan secangkir kopi yang selalu kuseduh setiap malam? Karna kalian sama-sama membuat candu. Ya, candu yang begitu meracuniku untuk tidak pernah berhenti memikirkanmu. Bahkan sekarang, aku masih memandang kotak music darimu. Yang didalam lagunya telah kau ganti dengan suaramu yang berseru “aku mencintaimu Rena. Sekarang, esok dan selamanya.” Kata-kata berulang berkali-kali selama kotak music itu terbuka. Aku tak tahu kau beri sihir apa kotak music ini yang harusnya berisi lagu instrument berganti berisi suaramu. Yang akhirnya bisa membuatku selalu mendengar suaramu meski kamu tidak disampingku.
Aku terlalu terbuai akan nostalgia dan bayang-bayangmu. Seseorang menepuk pundakkudan menyadarkan lamunanku. “Ren, sampai kapan kau akan terus menunggu disini? Buka matamu Ren. Semua sudah berubah. Sudah 2 tahun kau terus seperti ini. Terima kenyataan kecelakaan itu telah merenggut nyawanya.” Nayla adalah sahabatku yang berkerja dicafe ini. Tangannya menyadarkan lamunanku. “Radit tidak akan datang Ren, dia sudah pergi jauh. Kau jangan terus menerus terpuruk seperti ini. Radit pasti sedih melihatmu selama 2 tahun terus menerus seperti ini. Bangunlah Ren. Lanjutkan hidupmu.” Nayla duduk disampingku. Air mata menetes mengalir melewati pipiku. Teringat kembali dengan kecelakaan itu. Kecelakaan yang merenggut semua bahkan nyawa Radit kekasihku. 2 tahun yang lalu. Tepat 1 hari sebelum 4 tahun kita berpacaran, seperti biasa kami memesan Blackforest ditoko langganan kami. Aku melihat setangkai mawar merah yang indah ditoko sebrang jalan. “Radit lihat, cantik sekali bunga itu. Aku akan kesana.” Aku berlari menuju kesebrang toko. “setelah membayar aku akan kesana sayang.” Aku sibuk memilih mawar. Aku menemukan setangkai mawar merah yang merekah. Aku melambai-lambaikan tangan padanya sembari menunjukkan mawar itu. Ia tersenyum. Ia berlari kearahku. Namun dari arah lain, sebuah mobil melaju dengan kecepatan tinggi dengan cepat menghantam tubuh Radit. Ia terkapar ditengah jalan. Aku berlari kearahnya memeluk tubuhnya yang terdiam. Darah yang merah segar keluar dari tubuhnya merubah warna bajuku yang semula putih menjadi merah.  Orang-orang disekelilingku membantuku membawanya kerumah sakit. Namun dokter memberikanku kalimat yang membuatku tak sanggup berkata-kata. Bahwa kamu sudah pergi. Air mata menjadi saksi bisu bagaimana hancurnya hatiku mendengar semua itu.
2 Tahun aku menutup mata. Selalu melihat kearah belakang. Namun mungkin sudah saatnya waktu berbicara. Ia akan menghapus semua masa. Tetapi tidak dengan rasa ini dan kenangan kita. Biarlah kenangan itu menjadi memori indah yang ku simpan. Dan biarkan pula aku mencinta dalam diam. Tapi tetap akan ku tatap ke arah depan. Biar mawar yang menjadi saksi janjiku ini.

0 komentar:

Posting Komentar

 
Edelweiss Note Blogger Template by Ipietoon Blogger Template